Sunday, March 31, 2019

Sejarah Public Speaking

Posted by amalia novi at 10:20 PM

Kemampuan Public Speaking atau berbicara di depan khalayak adalah suatu kemampuan yang tidak hanya harus dimiliki oleh para pemimpin, namun seluruh pemimpin masyarakat. Kemampuan berbicara di depan Publik yang dimiliki oleh seseorang, bila dipergunakan secara strategis, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kemampuan ini dapat membawa seseorang untuk mengubah dunia. Public speaking itu juga suatu komunikasi tempat komunikator berhadapan langsung dengan massa atau berhadapan dengan komunikan atau audiens. Public speaking dibedakan sengan komunikasi massa. Alasannya komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang menggunakan media massa, sedangkan public speaking adalah komunikasi langsung dengan massa. Public Speaking adalah salah satu ketrampilan yang paling penting dalam menapaki karir. Pegawai yang memiliki keahlian Public Speaking memiliki ciri khas pemimpin dan cenderung dipercaya oleh atasan maupun rekan. Kemampuan menguasai masa/ publik dapat menjadi aset yang sangat berharga bagi tujuan komersil atau non komersil suatu perusahaan/organisasi. Namun, jauh sebelum itu mari kita lihat perkembangan sejarah Public Speaking hingga saat ini.





Sekitar 2.500 tahun yang lalu di Athena kuno, para pemuda diminta untuk memberikan pidato yang efektif sebagai bagian dari tugas mereka sebagai warga negara. Demokrasi saat berkembang saat itu semua warga harus mampu berbicara dalam legislatif dan bersaksi di pengadilan. Warga bertemu di Sidang besar di pasar (agora) untuk membahas isu-isu perang dan ekonomi dan politik.Ditambah dengan lembaga Pengadilan Rakyat oleh Sage, Solon, di 594-593 SM, dimana warga bisa membawa keluhan-keluhan mereka ke pengadilan dan berdebat kasus mereka. Saat itu, tidak ada pengacara dan karena orang sering menggugat satu sama lain , sehingga penting bagi setiap warga negara untuk memiliki kemampuan komunikasi untuk dirinya dan keluarganya. Aristoteles mengidentifikasi unsur-unsur dasar dari pidato yang baik dan persuasi sebagai Ethos, Logos, dan Pathos. Ethos (kredibilitas, keterpercayaan) dari pembicara menurut Aristoteles sangat penting, Logos (logika) dibalik semua penjelasan yang dipaparkan oleh pembicara, isi dari presentasi haruslah valid dan jelas dan pathos (daya tarik emosional) ini adalah unsur penting untuk membangun hubungan antara pembicara dan pendengar.

Adolf Hitler adalah salah satu contoh tokoh dunia yang sangat piawai berbicara di depan khalayak. Banyak sumber yang mengatakan bahwa third reich bukanlah ahli militer, bukan ahli strategi, bukan ahli ekonomi, dan bahkan bukan seorang prajurit, tapi setiap bait pidatonya yang menggemparkan, dapat membuat seluruh masyarakat Jerman pada saat itu tunduk dan berbuat segalanya untuknya, termasuk berupaya menguasai dunia dengan agresi dan kekerasan.

Secara sistematis, retorika diletakkan pertama kali pada jaman Yunani Kuno  (tepatnya oleh orang-orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia). Di bawah pemerintahan yang otoriter, terjadi perampasan atas tanah warga oleh pemerintah, sehingga rakyat  kehilangan hak atas tanah mereka. Kemudian, ada gerakan revolusioner untuk menentangpemerintahan yang otoriter,  sehingga mengakibatkan tumbangnya pemerintahan yang \]ppengadilan/dewan juri. Setiap orang harus meyakinkan dewan juri  dengan pembicaraan saja, tidak ada dokumen yang mendukung kepemilikan  hak atas tanah mereka.  Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, seorang ahli public speaking pada jamannya bernama Corax menulis  makalah retorika yang diberi nama “Techne logon” (Seni kata-kata). Di  dalam makalahnya, Corax menulis tentang “teknik kemungkinan” (Bila kita  tidak mengetahui sesuatu dengan pasti, mulailah dari kemungkinan umum). Di samping itu, Corax juga meletakkan dasar-dasar organisasi pesan, yaitu:  pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan.

Retorika bertitik tolak pada pemikiran, bahwa manusia dapat menggunakan perasaan atau pendapat yang umumnya benar. Dilihat dari sejarah, manusia mempunyai hasrat dan kebutuhan untuk menyampaikan segala perasaan, pengalaman dan pendapat-pendapatnya kepada sebanyak mungkin orang disamping menceritakan kepada orang tertentu. Dalam penyebaran agama pada abad ke 5, ke Mesir, Babylonia dan Persia, yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai bakat retorika, karena tanpa bakat berbicara pada waktu itu, maka pesan yang akan disampaikan belum tentu dapat diterima dan dimengerti. Sekarang peranan media massa yang membantu penyampaian pesan kepada pendengar, penonton dan pembaca. Kita kenal aliran Sophisme, yang berpendapat, manusia ialah “mahluk yang berpengetahuan dan kemauan” dan masing-masing manusia mempunyai penilaian sendiri mengenai baik buruknya sesuatu, mempunyai nilai-nilai etika sendiri, maka kebenaran suatu pendapat hanya dapat dicapai dengan memenangkan pendapatnya. Hal ini bisa tercapai kalau memiliki keahlian berbicara. Jadi aliran ini mengemukakan kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan bila mencapai kemenangan dalam pembicaraan penganut aliran retorika Sokrates (469-399) dan Georgias, retorika digunakan demi kebenaran, melalui dialog dengan teknik ini kebenaran akan timbul dengan sendirinya.

Tokoh-tokoh

1.       James A. Winans dalam bukunya “public speaking”( 1917) menggunakan spikologi dari Williams James dan E.B Tichener. Sesuai teori James bahwa tindakan ditentukan perhatian, Winans mendefinisikan persuasi sebagai “proses menumbuhkan perhatian. Pentingnya membangkitkan emosi melalui motif- motif psikologi seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Winans adalah pendiri Speech Communication Association of America (1950).

2.       Charles Henry Woolbert yang juga pendiri Speech Communication Association of America. Psikologi yang memengaruhinya adalah behaviorisme dari John B.Watson. Woolbert memandang Speech Communication sebagai ilmu tingkah laku. Pidato merupakan ungkapan kepribadian. Logika adalah dasar utama persuasi. Dalam menyusun persiapan pidato harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Teliti tujuannya, (2) Ketahui khalayak dan situasinya, (3) Tentukan proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi tersebut, (4) Pilih kalimat-kalimat yang dipertalikan secara logis. Bukunya, The Fundamental of Speech.

3.       William Noorwood Brigance. Berbeda dengan Woolbert yang menitikberatkan logika, Brigance menekankan faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. Persuasi meliputi empat unsur: 1) Rebut perhatian pendengar, 2) Usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan dan karakter anda, 3) Dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan 4) Kembangkan setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.

4.       Alan H.Monroe dalam bukunya, Principles and Types of Speech. Pertengahan tahun 20-an Monroe bersama stafnya meneliti proses motivasi. Jasa, Monroe, cara organisasi pesan. Menurut Monroe pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.



4 Teknik Public Speaking Dasar :

Start of fire

Bagian ini merupakan kemampuan untuk membuka, menggedor perhatian, dan memecah suasana pribadi ataupun audiens untuk memulai berbicara. Arti harfiahnya adalah bagaimana kita menyulut api agar para pendengar memfokuskan perhatiannya pada pembicaraan kita. Seperti yang sebelumnya kita bahas, agar MASUK, MENGENA dan MELEKAT.Hal pokok yang terpenting di sini adalah mengambil perhatian pendengar, bisa dengan cerita humoris atau cerita inspirasi.

Build a bridge

Sebelum masuk pada materi pokok, kita perlu mengantarkan pendengar pada perumpamaan, cerita aktual yang sedang hangat di masyarakat, agar mampu menarik perhatian lebih jauh. Ini kita upayakan sebagai bahan perantara masuk pada materi pokok yang akan kita bicarakan. Arti harfiahnya adalah bagaimana kita membuat jembatan pembicaraan dari pembukaan dengan gebrakan menuju kepada materi pokok yang akan disampaikan.

For instance

Sebagai pembicara, kita menguraikan dan membahas materi pokok, pada tahapan ini. Penyampaian isi materi juga akan lebih bagus jika Anda sampaikan dengan contoh-contoh nyata. Karenanya bagian ini disebut dengan for instance, artinya contoh-contoh yang konkret.Kemampuan menguasai materi, luasnya ilmu pengetahuan, dan kemampuan berempati akan sangat menentukan pada bagian ini.

So What

Biasanya, untuk mengakhiri pembicaraan seorang pembicara menutup dengan langkah-langkah tindak lanjut, follow up. Ada beberapa pilihan: bisa melalui sebuah pesan, sebuah harapan, point-point penting ataupun kesimpulan. Dengan mudah kita sepakati, pembicaraan akan berakhir dengan sempurna. Yaitu, ada pembukaan dan ada juga penutupan.

Ada enam karakteristik citra diri positif yang harus dikembangkan (James K. Van Fleet, 2001 : 14 – 15), yaitu :



·         Memiliki rasa percaya diri yang kuat

Rasa percaya diri perlu selalu dipupuk dan dikembangkan dalam diri kita agar ketika tampil di hadapan orang banyak dapat tampil prima dan baik. Ketika akan tampil, buatlah diri Anda percaya diri pada kemampuan dan persiapan yang telah dilakukan sebelumnya. Katakan dalam diri Anda “aku lebih tahu dan lebih dahulu tahu daripada orang-orang yang ada di hadapanku” dan katakan “aku pasti dapat menjelas-kan apapun yang akan ditanyakan publik, karena aku sudah belajar”. Dengan cara demikian percaya diri Anda akan terbentuk dan tidak akan “demam panggung”. Namun demikian over percaya diri tidak boleh ada dalam diri kita karena berakibat riak dan sombong dan selalu “under estimate” pada orang lain. Hal ini berbahaya, seperti menggali lubang sendiri, karena tidak selamanya kita “tahu segalanya”. 



·         Berorientasi pada ambisi dan sasaran

Ada pendapat yang mengatakan orang yang berambisi berbahaya, tetapi sebenarnya tidak demikian, tergantung ambisi yang seperti apa yang diciptakan dalam pikiran dan hati kita. Orang tanpa ambisi tidak akan pernah maju, karena selalu menyerah pada keadaan dan “nrimo”. Jadi adanya ambisi dapat memotivasi seseorang untuk maju dan meraih sasaran yang akan dituju (cita-cita). Dengan kata lain, jangan pernah menjadi golongan “minimalis” yang hanya dapat berkata “bisaku ya hanya ini”, tetapi jangan pula jadi kelompok “idealis” yang semuanya serba perfect. Sebaik-baiknya orang adalah yang di tengah-tengah, maju sesuai dengan kemampuan disertai ikhtiar/usaha, semangat untuk mencapai, dan diiringi doa. Nah … dalam hubungannya dengan kemampuan berbicara di depan umum, kita harus memiliki ambisi untuk dapat ‘menghipnotis” audience agar terbawa dengan alur pikir dan ide kita, sehingga mereka bersemangat untuk mendengarkan dan menyimak.



·         Terorganisir dengan baik dan efisien

Semua aktivitas akan berhasil baik jika semuanya direncanakan dengan baik pula. Menurut Sommerset Maugham (The Summing UP, 1957) seseorang yang pikirannya semrawut akan melakukan sesuatu dengan semrawut pula, artinya sese-orang yang tidak menuangkan pola pikirnya secara terencana dan terorganisir dengan baik, maka aktivitas yang dilakukan tidak akan berhasil dengan baik dan efisien. Ketika kita akan berbicara di depan umum perlu diorganisir secara teratur dan baik, mulai dari persiapan segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi yang akan disampaikan hingga pada hal-hal yang menunjang kesuksesan berbicara di depan umum tersebut. Dengan persiapan yang matang menyebabkan hati dan pikiran kita tenang dan itu akan membawa ketenangan pula dalam berbicara.



·         Bersikap “mampu”

Sekali kita melangkah menjadi seorang pendidik atau instruktur yang harus berbicara di depan umum, maka pantang untuk mundur lagi. Tantangan apapun harus kita jalani, coba, dengan usaha keras, agar kita dapat mengatakan dalam diri kita sendiri bahwa kita memang “mampu”. Sikap “mampu” yang tertanam dalam diri sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan seseorang berbicara di depan umum. “Demam panggung”, minder, dan rasa takut akan tertepis dengan sendirinya ketika kita merasa mampu mengatasi segalanya dalam suatu momen retorika.





·         Memiliki kepribadian yang menyenangkan

Anda harus percaya bahwa dalam berbicara di depan umum, kepribadian yang menyenangkan sangat memegang peran utama kesuksesan seseorang di depan umum. Seseorang yang pemalu, suka menyendiri, penakut, tidak punya selera humor, sulit untuk dapat mempengaruhi seseorang dalam suatu forum retorika. Pengalaman menunjukkan seorang pembicara yang jenius akan kalah sukses dalam mempengaruhi audience dibandingkan pembicara yang tidak terlalu pandai tetapi mampu memberi selingan “humor ringan” dalam berbicaranya. Dengan kata lain, pembicara yang sukses adalah mereka yang memiliki jiwa entertain (menghibur), tidak sekedar transfer knowledge semata.



·         Mampu mengendalikan diri 

Seringkali kita melihat beberapa pembicara secara emosional menanggapi pertanyaan yang menurutnya seperti menguji atau menjatuhkannya. Namun sikap emosional seperti itu sebenarnya tidak perlu bahkan harus dibuang jauh-jauh, karena akan membawa citra negatif bagi diri kita di kesempatan lain. Sebagai pembicara kita memang wajib untuk mendengarkan dan menanggapi secara baik pertanyaan demi pertanyaan dari audience, apapun isi pertanyaannya. Satu hal yang harus diingat, ketika ada pertanyaan yang memang kita tidak dapat menjawabnya, akan lebih baik kita katakan secara jujur, bukan malah mengalihkan pertanyaan dengan jawaban yang berbelit-belit dan tidak jelas arahnya.

Berbicara di depan publik adalah kegiatan yang selalu menyertai seseorang yang bekerja di bidang yang berkaitan dengan pendidikan, seperti pendidik, instruktur, penceramah, atau guide dari suatu objek wisata. Oleh karena itu penting bagi pemilik profesi tersebut untuk memiliki kompetensi berbicara di depan publik, agar dapat mendukung kelancaraan tugasnya. Berbicara dengan satu dua orang hal yang mudah, tetapi berbicara di depan puluhan orang perlu kiat-kiat khusus untuk melakukannya.

Ketika kita berbicara di depan banyak orang, maka setiap kata dan setiap kalimat harus tersusun dengan baik dengan alur berpikir yang benar dan sistematis. Pikiran yang jermih, mood (suasana hati) yang baik, dan kepiawaian merangkai kalimat merupakan modal utama seseorang dapat berbicara lancar dan berhasil di depan audien. Selain itu juga diperlukan kecerdasan berpikir dan kecekatan menalar agar dapat memberikan argumen-argumen jitu dan meyakinkan kepada audien. Pada kenyataannya, sebagian pendidik atau instruktur tidak dibekali cara berbicara yang baik dan menarik.

Seperti diketahui, cikal bakal ilmu komunikasi adalah retorika, yaitu seni bicara yang menekankan pada kemampuan berpidato, dimana tujuan utamanya khalayak bisa tertarik perhatiannya dan terbujuk (Onong Uchjana Effendy, 2007: 53). Ada beberapa orang yang mengartikan retorika sebagai public speaking atau pidato di depan umum.  Berkaitan dengan hal itu, maka jika kita ingin menjadi pembicara yang handal dan sukses selain bakat, juga dapat dikembangkan dengan berlatih terus-menerus, karena “jam terbang” yang tinggi sangat mempengaruhi bagaimana seseorang hebat di depan umum.


reference :
https://studylibid.com/doc/221268/sejarah-public-speaking
http://blogpsikologi.blogspot.com/2015/11/sejarah-dan-perkembangan-public.html
https://www.kompasiana.com/ongky/552a07e0f17e61aa4bd623ca/sejarah-public-speaking

0 comments:

Post a Comment

 

Amalia Novi Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea