Kemampuan Public Speaking atau
berbicara di depan khalayak adalah suatu kemampuan yang tidak hanya harus
dimiliki oleh para pemimpin, namun seluruh pemimpin masyarakat. Kemampuan
berbicara di depan Publik yang dimiliki oleh seseorang, bila dipergunakan
secara strategis, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kemampuan ini dapat
membawa seseorang untuk mengubah dunia. Public speaking itu juga suatu
komunikasi tempat komunikator berhadapan langsung dengan massa atau berhadapan
dengan komunikan atau audiens. Public speaking dibedakan sengan komunikasi
massa. Alasannya komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang menggunakan
media massa, sedangkan public speaking adalah komunikasi langsung dengan massa.
Public Speaking adalah salah satu ketrampilan yang paling penting dalam
menapaki karir. Pegawai yang memiliki keahlian Public Speaking memiliki ciri
khas pemimpin dan cenderung dipercaya oleh atasan maupun rekan. Kemampuan
menguasai masa/ publik dapat menjadi aset yang sangat berharga bagi tujuan
komersil atau non komersil suatu perusahaan/organisasi. Namun, jauh sebelum itu
mari kita lihat perkembangan sejarah Public Speaking hingga saat ini.
Sekitar 2.500 tahun yang lalu di
Athena kuno, para pemuda diminta untuk memberikan pidato yang efektif sebagai
bagian dari tugas mereka sebagai warga negara. Demokrasi saat berkembang saat
itu semua warga harus mampu berbicara dalam legislatif dan bersaksi di
pengadilan. Warga bertemu di Sidang besar di pasar (agora) untuk membahas
isu-isu perang dan ekonomi dan politik.Ditambah dengan lembaga Pengadilan
Rakyat oleh Sage, Solon, di 594-593 SM, dimana warga bisa membawa
keluhan-keluhan mereka ke pengadilan dan berdebat kasus mereka. Saat itu, tidak
ada pengacara dan karena orang sering menggugat satu sama lain , sehingga
penting bagi setiap warga negara untuk memiliki kemampuan komunikasi untuk
dirinya dan keluarganya. Aristoteles mengidentifikasi unsur-unsur dasar dari
pidato yang baik dan persuasi sebagai Ethos, Logos, dan Pathos. Ethos
(kredibilitas, keterpercayaan) dari pembicara menurut Aristoteles sangat
penting, Logos (logika) dibalik semua penjelasan yang dipaparkan oleh
pembicara, isi dari presentasi haruslah valid dan jelas dan pathos (daya tarik
emosional) ini adalah unsur penting untuk membangun hubungan antara pembicara
dan pendengar.
Adolf Hitler adalah salah satu
contoh tokoh dunia yang sangat piawai berbicara di depan khalayak. Banyak
sumber yang mengatakan bahwa third reich bukanlah ahli militer, bukan ahli
strategi, bukan ahli ekonomi, dan bahkan bukan seorang prajurit, tapi setiap
bait pidatonya yang menggemparkan, dapat membuat seluruh masyarakat Jerman pada
saat itu tunduk dan berbuat segalanya untuknya, termasuk berupaya menguasai
dunia dengan agresi dan kekerasan.
Secara sistematis, retorika
diletakkan pertama kali pada jaman Yunani Kuno
(tepatnya oleh orang-orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di Pulau
Sicilia). Di bawah pemerintahan yang otoriter, terjadi perampasan atas tanah
warga oleh pemerintah, sehingga rakyat
kehilangan hak atas tanah mereka. Kemudian, ada gerakan revolusioner
untuk menentangpemerintahan yang otoriter,
sehingga mengakibatkan tumbangnya pemerintahan yang \]ppengadilan/dewan
juri. Setiap orang harus meyakinkan dewan juri
dengan pembicaraan saja, tidak ada dokumen yang mendukung
kepemilikan hak atas tanah mereka. Untuk membantu orang memenangkan haknya di
pengadilan, seorang ahli public speaking pada jamannya bernama Corax
menulis makalah retorika yang diberi
nama “Techne logon” (Seni kata-kata). Di
dalam makalahnya, Corax menulis tentang “teknik kemungkinan” (Bila
kita tidak mengetahui sesuatu dengan
pasti, mulailah dari kemungkinan umum). Di samping itu, Corax juga meletakkan
dasar-dasar organisasi pesan, yaitu:
pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan.
Retorika bertitik tolak pada
pemikiran, bahwa manusia dapat menggunakan perasaan atau pendapat yang umumnya
benar. Dilihat dari sejarah, manusia mempunyai hasrat dan kebutuhan untuk
menyampaikan segala perasaan, pengalaman dan pendapat-pendapatnya kepada sebanyak
mungkin orang disamping menceritakan kepada orang tertentu. Dalam penyebaran
agama pada abad ke 5, ke Mesir, Babylonia dan Persia, yang dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai bakat retorika, karena tanpa bakat berbicara pada
waktu itu, maka pesan yang akan disampaikan belum tentu dapat diterima dan
dimengerti. Sekarang peranan media massa yang membantu penyampaian pesan kepada
pendengar, penonton dan pembaca. Kita kenal aliran Sophisme, yang berpendapat,
manusia ialah “mahluk yang berpengetahuan dan kemauan” dan masing-masing
manusia mempunyai penilaian sendiri mengenai baik buruknya sesuatu, mempunyai
nilai-nilai etika sendiri, maka kebenaran suatu pendapat hanya dapat dicapai
dengan memenangkan pendapatnya. Hal ini bisa tercapai kalau memiliki keahlian
berbicara. Jadi aliran ini mengemukakan kebenaran suatu pendapat hanya dapat
dibuktikan bila mencapai kemenangan dalam pembicaraan penganut aliran retorika
Sokrates (469-399) dan Georgias, retorika digunakan demi kebenaran, melalui
dialog dengan teknik ini kebenaran akan timbul dengan sendirinya.
Tokoh-tokoh
1.
James A. Winans dalam bukunya “public speaking”(
1917) menggunakan spikologi dari Williams James dan E.B Tichener. Sesuai teori
James bahwa tindakan ditentukan perhatian, Winans mendefinisikan persuasi
sebagai “proses menumbuhkan perhatian. Pentingnya membangkitkan emosi melalui
motif- motif psikologi seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan
kewajiban agama. Winans adalah pendiri Speech Communication Association of
America (1950).
2.
Charles Henry Woolbert yang juga pendiri Speech
Communication Association of America. Psikologi yang memengaruhinya adalah
behaviorisme dari John B.Watson. Woolbert memandang Speech Communication
sebagai ilmu tingkah laku. Pidato merupakan ungkapan kepribadian. Logika adalah
dasar utama persuasi. Dalam menyusun persiapan pidato harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut: (1) Teliti tujuannya, (2) Ketahui khalayak dan
situasinya, (3) Tentukan proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi
tersebut, (4) Pilih kalimat-kalimat yang dipertalikan secara logis. Bukunya,
The Fundamental of Speech.
3.
William Noorwood Brigance. Berbeda dengan Woolbert
yang menitikberatkan logika, Brigance menekankan faktor keinginan (desire)
sebagai dasar persuasi. Persuasi meliputi empat unsur: 1) Rebut perhatian
pendengar, 2) Usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan dan karakter anda,
3) Dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan 4) Kembangkan setiap gagasan
sesuai dengan sikap pendengar.
4.
Alan H.Monroe dalam bukunya, Principles and
Types of Speech. Pertengahan tahun 20-an Monroe bersama stafnya meneliti proses
motivasi. Jasa, Monroe, cara organisasi pesan. Menurut Monroe pesan harus
disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.
4 Teknik Public Speaking Dasar :
Start of fire
Bagian ini merupakan kemampuan untuk membuka, menggedor
perhatian, dan memecah suasana pribadi ataupun audiens untuk memulai berbicara.
Arti harfiahnya adalah bagaimana kita menyulut api agar para pendengar
memfokuskan perhatiannya pada pembicaraan kita. Seperti yang sebelumnya kita
bahas, agar MASUK, MENGENA dan MELEKAT.Hal pokok yang terpenting di sini
adalah mengambil perhatian pendengar, bisa dengan cerita humoris atau
cerita inspirasi.
Build a bridge
Sebelum masuk pada materi pokok,
kita perlu mengantarkan pendengar pada perumpamaan, cerita aktual yang sedang
hangat di masyarakat, agar mampu menarik perhatian lebih jauh. Ini kita
upayakan sebagai bahan perantara masuk pada materi pokok yang akan kita
bicarakan. Arti harfiahnya adalah bagaimana kita membuat jembatan pembicaraan
dari pembukaan dengan gebrakan menuju kepada materi pokok yang akan
disampaikan.
For instance
Sebagai pembicara, kita menguraikan
dan membahas materi pokok, pada tahapan ini. Penyampaian isi materi juga akan
lebih bagus jika Anda sampaikan dengan contoh-contoh nyata. Karenanya bagian
ini disebut dengan for instance, artinya contoh-contoh yang
konkret.Kemampuan menguasai materi, luasnya ilmu pengetahuan, dan kemampuan
berempati akan sangat menentukan pada bagian ini.
So What
Biasanya, untuk mengakhiri
pembicaraan seorang pembicara menutup dengan langkah-langkah tindak
lanjut, follow up. Ada beberapa pilihan: bisa melalui sebuah pesan, sebuah
harapan, point-point penting ataupun kesimpulan. Dengan mudah kita sepakati,
pembicaraan akan berakhir dengan sempurna. Yaitu, ada pembukaan dan ada juga
penutupan.
Ada enam karakteristik citra diri positif yang harus
dikembangkan (James K. Van Fleet, 2001 : 14 – 15), yaitu :
·
Memiliki rasa percaya diri yang kuat
Rasa percaya diri perlu selalu
dipupuk dan dikembangkan dalam diri kita agar ketika tampil di hadapan orang
banyak dapat tampil prima dan baik. Ketika akan tampil, buatlah diri Anda percaya
diri pada kemampuan dan persiapan yang telah dilakukan sebelumnya. Katakan
dalam diri Anda “aku lebih tahu dan lebih dahulu tahu daripada orang-orang yang
ada di hadapanku” dan katakan “aku pasti dapat menjelas-kan apapun yang akan
ditanyakan publik, karena aku sudah belajar”. Dengan cara demikian percaya diri
Anda akan terbentuk dan tidak akan “demam panggung”. Namun demikian over
percaya diri tidak boleh ada dalam diri kita karena berakibat riak dan sombong
dan selalu “under estimate” pada orang lain. Hal ini berbahaya, seperti
menggali lubang sendiri, karena tidak selamanya kita “tahu segalanya”.
·
Berorientasi pada ambisi dan sasaran
Ada pendapat yang mengatakan orang
yang berambisi berbahaya, tetapi sebenarnya tidak demikian, tergantung ambisi yang
seperti apa yang diciptakan dalam pikiran dan hati kita. Orang tanpa ambisi
tidak akan pernah maju, karena selalu menyerah pada keadaan dan “nrimo”. Jadi
adanya ambisi dapat memotivasi seseorang untuk maju dan meraih sasaran yang
akan dituju (cita-cita). Dengan kata lain, jangan pernah menjadi golongan
“minimalis” yang hanya dapat berkata “bisaku ya hanya ini”, tetapi jangan pula
jadi kelompok “idealis” yang semuanya serba perfect. Sebaik-baiknya orang
adalah yang di tengah-tengah, maju sesuai dengan kemampuan disertai
ikhtiar/usaha, semangat untuk mencapai, dan diiringi doa. Nah … dalam
hubungannya dengan kemampuan berbicara di depan umum, kita harus memiliki
ambisi untuk dapat ‘menghipnotis” audience agar terbawa dengan alur pikir dan
ide kita, sehingga mereka bersemangat untuk mendengarkan dan menyimak.
·
Terorganisir dengan baik dan efisien
Semua aktivitas akan berhasil baik
jika semuanya direncanakan dengan baik pula. Menurut Sommerset Maugham (The
Summing UP, 1957) seseorang yang pikirannya semrawut akan melakukan sesuatu
dengan semrawut pula, artinya sese-orang yang tidak menuangkan pola pikirnya
secara terencana dan terorganisir dengan baik, maka aktivitas yang dilakukan
tidak akan berhasil dengan baik dan efisien. Ketika kita akan berbicara di depan
umum perlu diorganisir secara teratur dan baik, mulai dari persiapan segala
sesuatu yang berkaitan dengan informasi yang akan disampaikan hingga pada
hal-hal yang menunjang kesuksesan berbicara di depan umum tersebut. Dengan
persiapan yang matang menyebabkan hati dan pikiran kita tenang dan itu akan
membawa ketenangan pula dalam berbicara.
·
Bersikap “mampu”
Sekali kita melangkah menjadi
seorang pendidik atau instruktur yang harus berbicara di depan umum, maka
pantang untuk mundur lagi. Tantangan apapun harus kita jalani, coba, dengan
usaha keras, agar kita dapat mengatakan dalam diri kita sendiri bahwa kita
memang “mampu”. Sikap “mampu” yang tertanam dalam diri sangat besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan seseorang berbicara di depan umum. “Demam panggung”,
minder, dan rasa takut akan tertepis dengan sendirinya ketika kita merasa mampu
mengatasi segalanya dalam suatu momen retorika.
·
Memiliki kepribadian yang menyenangkan
Anda harus percaya bahwa dalam
berbicara di depan umum, kepribadian yang menyenangkan sangat memegang peran
utama kesuksesan seseorang di depan umum. Seseorang yang pemalu, suka
menyendiri, penakut, tidak punya selera humor, sulit untuk dapat mempengaruhi
seseorang dalam suatu forum retorika. Pengalaman menunjukkan seorang pembicara
yang jenius akan kalah sukses dalam mempengaruhi audience dibandingkan
pembicara yang tidak terlalu pandai tetapi mampu memberi selingan “humor
ringan” dalam berbicaranya. Dengan kata lain, pembicara yang sukses adalah
mereka yang memiliki jiwa entertain (menghibur), tidak sekedar transfer
knowledge semata.
·
Mampu mengendalikan diri
Seringkali kita melihat beberapa
pembicara secara emosional menanggapi pertanyaan yang menurutnya seperti
menguji atau menjatuhkannya. Namun sikap emosional seperti itu sebenarnya tidak
perlu bahkan harus dibuang jauh-jauh, karena akan membawa citra negatif bagi
diri kita di kesempatan lain. Sebagai pembicara kita memang wajib untuk
mendengarkan dan menanggapi secara baik pertanyaan demi pertanyaan dari audience,
apapun isi pertanyaannya. Satu hal yang harus diingat, ketika ada pertanyaan
yang memang kita tidak dapat menjawabnya, akan lebih baik kita katakan secara
jujur, bukan malah mengalihkan pertanyaan dengan jawaban yang berbelit-belit
dan tidak jelas arahnya.
Berbicara di depan publik adalah
kegiatan yang selalu menyertai seseorang yang bekerja di bidang yang berkaitan
dengan pendidikan, seperti pendidik, instruktur, penceramah, atau guide dari
suatu objek wisata. Oleh karena itu penting bagi pemilik profesi tersebut untuk
memiliki kompetensi berbicara di depan publik, agar dapat mendukung kelancaraan
tugasnya. Berbicara dengan satu dua orang hal yang mudah, tetapi berbicara di
depan puluhan orang perlu kiat-kiat khusus untuk melakukannya.
Ketika kita berbicara di depan
banyak orang, maka setiap kata dan setiap kalimat harus tersusun dengan baik
dengan alur berpikir yang benar dan sistematis. Pikiran yang jermih, mood
(suasana hati) yang baik, dan kepiawaian merangkai kalimat merupakan modal
utama seseorang dapat berbicara lancar dan berhasil di depan audien. Selain itu
juga diperlukan kecerdasan berpikir dan kecekatan menalar agar dapat memberikan
argumen-argumen jitu dan meyakinkan kepada audien. Pada kenyataannya, sebagian
pendidik atau instruktur tidak dibekali cara berbicara yang baik dan menarik.
Seperti diketahui, cikal bakal ilmu
komunikasi adalah retorika, yaitu seni bicara yang menekankan pada kemampuan
berpidato, dimana tujuan utamanya khalayak bisa tertarik perhatiannya dan
terbujuk (Onong Uchjana Effendy, 2007: 53). Ada beberapa orang yang mengartikan
retorika sebagai public speaking atau pidato di depan umum. Berkaitan dengan hal itu, maka jika kita
ingin menjadi pembicara yang handal dan sukses selain bakat, juga dapat
dikembangkan dengan berlatih terus-menerus, karena “jam terbang” yang tinggi
sangat mempengaruhi bagaimana seseorang hebat di depan umum.
https://studylibid.com/doc/221268/sejarah-public-speaking
http://blogpsikologi.blogspot.com/2015/11/sejarah-dan-perkembangan-public.html
https://www.kompasiana.com/ongky/552a07e0f17e61aa4bd623ca/sejarah-public-speaking
0 comments:
Post a Comment